Tipuan Syetan Kepada Orang yang Bertaubat
Pada
tulisan sebelumnya telah dijelaskan bahwa taubat bisa merubah
kemaksiatan menjadi pahala. Taubat juga menjadi sarana meraih cinta
Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karenanya Allah perintahkan taubat kepada hamba-hamba-Nya.
Sesungguhnya
syetan tidak suka jika manusia mendapat cinta dan ridla Rabb-nya. Dia
berusaha menjerumuskan mereka ke dalam kemaksiatan, tindakan keji, dan
berkata tentang Allah tanpa ilmu. Harapannya, agar mereka menjadi
temannya di neraka yang menyala-nyala.
Begitu
juga terhadap orang yang sudah terjerumus ke dalam lembah kemaksiatan
dan ingin keluar darinya, Syetan tidak pernah tinggal diam. Dia
menggunakan berbagai cara tipu muslihat dan talbis agar mereka tetap
dalam lembah maksiat. Terkadang syetan menggoda dengan menanamkan
perasaan bahwa dirinya sangat kotor, dosanya bertumpuk-tumpuk dan tak
terampuni. Sesekali juga dengan membisikkan tipuan bahwa Allah
Mahapenerima taubat dan Mahapengampun, kapan saja bertaubat Allah
senantiasa membuka pintu-Nya. Akhirnya ia memandang mudah masalah
taubat, menggampangkannya, dan menunda-nundanya sehinga ia tak pernah
bertaubat karena ajal dahulu menjemput. Berikut ini rincian godaan
syetan agar menusia jauh dari taubat:
1. Tazyin,
yaitu syetan menghiasi (menjadikan indah) perbuatan maksiat yang
dilakukannya, menjadikannya cinta kepada maksiat itu, menjauhkannya dari
ketaatan dan menampakkan susah dan beratnya taubat.
2. Talbis,
yaitu syetan menipu manusia dengan menjadikan yang haram seperti halal,
yang mungkar terlihat ma'ruf, batil seolah hak sehingga ia tidak akan
keluar dari perbuatan tersebut.
3. Taswif,
yaitu menunda-nunda taubat sehingga maut menjemput. Cara mengobatinya
dengan banyak mengingat kematian dan bencana. Misalnya: banyak anak-anak
yang lebih dulu mati sebelum yang tua, yang sehat sebelum yang sakit.
Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam :
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اَللَّذَّاتِ: اَلْمَوْتِ
"Perbanyaklah mengingat sesuatu yang menghilangkan kenikmatan, yaitu kematian." (HR. At-Tirmidzi no. 2307; an Nasai 4/4; dan dishahihkan oleh Ibnu hibban)
. . syetan menghiasi (menjadikan indah) perbuatan maksiat yang dilakukannya, menjadikannya cinta kepada maksiat itu, . .
4. Meremehkan maksiat.
Syetan menggodanya dengan mengatakan; "dosa-dosamu masih sedikit
dibandingkan dosa orang lain. Allah Maha Pengampun dan Penyanyang. Dia
tidak akan menyiksamu dengan dosa ini."
Ibnu Mas'ud radliyallah 'anhu berkata:
إِنَّ
الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ فِي أَصْلِ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ
يَقَعَ عَلَيْهِ وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ وَقَعَ
عَلَى أَنْفِهِ قَالَ بِهِ هَكَذَا فَطَارَ
"Sesungguhnya
seorang mukmin dalam melihat dosanya, seolah-olah ia berada di bawah
gunung, yang takut akan menimpanya. Dan sungguh seorang fajir melihat
dosanya seperti lalt yang hinggap di hidungnya, lalu ia berkata seperti
ini, maka lalat itupun terbang." (HR. Al-Bukhari no. 5833; al Tirmidzi no. 2421; Ahmad no. 3446)
Maknanya,
dia menganggap remeh dosanya. Ia yakin dosanya tidak akan mendatangkan
bahaya yang besar, sebagaimana ia meremehkan lalat. Sehingga ia merasa
mudah menghilangkannya.
"Dosa-dosamu masih sedikit dibandingkan dosa orang lain. Allah Maha Pengampun dan Penyanyang. Dia tidak akan menyiksamu dengan dosa ini,"godaan syetan.
5. Merasa sulit istiqamah dalam ketaatan setelah taubat. Sesungguhnya
taubat menuntut keistiqamahan terhadap ketaatan, sedangkan istiqamah
terasa amat berat bagi jiwa. Ketika rasa berat muncul, syetan
membisikkan agar dia berputus asa, lalu meninggalkan ketaatan dan
kembali melakukan kemaksiatan-kemaksiatan.
6. Berputus asa, yaitu dengan menanamkan perasaan dosanya sudah terlalu banyak, sehingga rasa takutnya menutupi rasa raja'
(harap)-nya kepada ampunan dan rahmat Allah. Lalu syetan masuk dari
pintu ini dan membisikkan bahwa dosanya tidak akan diampuni, taubatnya
tidak akan diterima karena banyaknya dosa yang telah ia lakukan. Pada
akhirnya, ia berputus asa dari Rahmat Allah. Dan rasa putus asa ini
adalah dosa tersendiri yang menambah dosa yang telah lalu.
Cara mengatasinya, harus selalu mengingat luasnya rahmat Allah dan besar ampunan-Nya. Allah Ta'ala berfirman:
قُلْ
يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا
مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ
هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
"Katakanlah:
"Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang." (QS. Az-Zumar: 53)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, Allah Ta'ala berfirman:
يَا
ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى
مَا كَانَ فِيكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ
عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِي
يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا
ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا
مَغْفِرَةً
"Hai
anak Adam, sungguh selama engkau berdoa dan berharap kepada-Ku, Aku
akan mengampunimu sebanyak apapun dosamu dan aku tidak perduli. Hai anak
Adam, kalau seandainya dosamu mencapai setinggi langit, kemudian engkau
beristighfar kepada-Ku, akan aku ampuni dosamu dan aku tidak perduli.
Hai anak Adam, sungguh kalau kamu datang kepada-Ku dengan membawa dosa
sepenuh bumi, kemudian engkau bertemu dengan-Ku dalam kondisi tidak
melakkan syirik, pasti aku akan mendatangkan ampunan sebanyak itu juga." (HR. At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Lalu syetan masuk dari pintu ini dan membisikkan bahwa dosanya tidak akan diampuni, taubatnya tidak akan diterima karena banyaknya dosa yang telah ia lakukan.
7. Tertipu dengan banyaknya pelaku maksiat (berserikat dengan pelaku kemaksiatan).
Seperti orang yang bersama-sama melakukan perampokan, pencurian atau
pembunuhan, lalu dihukum bersama-sama juga. Ia merasa dosa perbuatan itu
akan dibagi dengan kelompoknya sehingga masing-masing mendapatkan
bagian dosa yang sedikit.
Terkadang
karena dosa ini dilakukan bersama-sama sehingga menimbulkan rasa bangga
dengan dosa tersebut. Seperti korupsi bareng, mencuri bareng, menjarah
bareng atau berzina bareng. Orang yang berbangga dengan perbuatan dosa
sulit diharapkan bertaubat dan kesalahnnya tidak akan diampuni.
Orang yang berbangga dengan perbuatan dosa sulit diharapkan bertaubat dan kesalahnnya tidak akan diampuni.
Tanda taubat yang benar
1. Setelah bertaubat ia menjadi lebih baik.
2.
Senantiasa merasa takut terhadap adzab atas maksiatnya. Sehingga
diharapkan ketika ia wafat, datanglah Malaikat dan mengatakan:
أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
"Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu." (QS. Fushilat: 30)
3. Sangat menyesali perbuatan maksiat yang dilakukannya dan takut terhadap akibat buruk yang ditimbulkannya.
Hal-hal yang memotifasi taubat
1. Adanya perintah taubat dan anjuran menyegerakannya.
Firman Allah Ta'ala:
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
"Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa." (QS. Ali Imran: 133)
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (QS. An-Nuur : 31)
Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Allah
Ta'ala membuka tangan-Nya pada malam hari untuk memberi taubat bagi
pelaku dosa di siang hari, dan membuka tangan-Nya pada malam hari untuk
memberi taubat bagi pelaku dosa di malam hari, sehingga matahari terbit
dari arah barat." (HR. Ahmad)
2. Mengetahui hubungannya dengan zaman
a. Waktu adalah kehidupan
Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata :
يَا
ابْنَ آدَمَ ، إِنَّمَا أَنْتَ أَيَّامٌ مَجْمُوْعَةٌ ، كُلَّمَا مَضَى
يَوْمٌ مَضَى بَعْضُكَ إِنَّمَا أَنْتَ بَيْنَ رَاحِلَتَيْنِ تُنْقِلاَنِكَ
، يُنْقِلُكَ اللَّيْلُ إِلَى النَّهَارِ وَيُنْقِلُكَ النَّهَارُ إِلَى
اللَّيْلِ، حَتَّى يُسْلِمَانِكَ إِلَى الآخِرَةِ
"Wahai
anak Adam, sesungguhnya engkau bagaikan kumpulan hari. Setiap berlalu
satu hari berarti berlalu (hilang) pula sebagian (umur)-mu. Sesungguhnya
kamu berada di antara dua tunggangan yang selalu memindahkanmu. Malam
memindahkanmu ke siang dan siang memindahkanmu ke malam sehingga
menyerahkanmu kepada akhirat." (al Hilyah: 2/148)
Daud Ath Tha’i rahimahullah mengatakan, "Sesungguhnya
malam dan siang adalah tempat persinggahan manusia, yang disinggahinya
bergantian sampai dia berada pada akhir perjalanannya. Jika engkau mampu
menyediakan bekal di setiap tempat persinggahanmu, maka lakukanlah.
Berakhirnya safar boleh jadi dalam waktu dekat. Namun, perkara akhirat
lebih segera daripada itu. Persiapkanlah perjalananmu (menuju negeri
akhirat). Tunaikanlah kewajiban yang patut engkau tunaikan. Karena
mungkin saja, perjalananmu akan berakhir dengan tiba-tiba." (al Hilyah: 7/348)
b. Pentingnya memanfaatkan waktu
Dari Ibnu Abbas radliyallah 'anhu, bahwa Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi nasehat kepada seseorang:
اِغْتَنِمْ
خَمْسًا قَبْل خَمْس ، شَبَابك قَبْل هَرَمك ، وَصِحَّتك قَبْل سَقَمك ،
وَغِنَاك قَبْل فَقْرك ، وَفَرَاغك قَبْل شُغْلك ، وَحَيَاتك قَبْل مَوْتك
"Perhatikan
lima perkara sebelum datang lima perkara: waktu mudamu sebelum datang
waktu tuamu, sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, waktu luangmu sebelum
datang waktu sempit (sibuk)mu, kayamu sebelum datang waktu miskinmu dan
hidupmu sebelum datang waktu wafatmu." (HR. Al Hakim dalam
shahih-nya secara marfu' dan diriwayatkan juga oleh Abdullah bin al
Mubarak dalam al Zuhd dengan sanad shahih)
c. Waktu yang berlalu tidak akan kembali
Yaitu
dengan melakukan muhasabah diri dari waktu yang sudah dihabiskannya.
Caranya dengan mengingat kesalahan dan dosa-dosanya yang telah lalu,
supaya menimbulkan rasa tunduk dan hina di hadapan Allah 'Azza wa Jalla. Sehingga waktunya yang akan datang tidak seperti waktunya yang lalu.
Wahai anak Adam, sesungguhnya engkau bagaikan kumpulan hari. Setiap berlalu satu hari berarti berlalu (hilang) pula sebagian (umur)-mu. . .
3. Malu kepada Allah.
Yaitu
dengan menyadari bahwa Allah telah melimpahkan kepadanya nikmat yang
banyak, yang dengan itu ia malah bermaksiat dan tidak memenuhi
hak-hak-Nya. Inilah yang terkandung dalam doa sayyidul istighfar.
اللَّهُمَّ
أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ
وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ
شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ
بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ
"Ya
Allah, Engkau adalah Tuhan-ku, tiada sesembahan yang hak kecuali Engkau,
Yang telah menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku berada di atas
ikatan dan janji-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan
buruk yang kuperbuat. Aku mengakui akan nikmat-Mu kepadaku, dan aku
mengakui (banyaknya) dosaku terhadap-Mu, maka ampunilah aku,
sesungguhnya tiada yang bisa mengampuni dosa kecuali Engkau." (HR. Al-Bukhari no. 6306)
4. Mengingat kematian dan masa akan datang yang belum tentu kita menemuinya
Ibnu Umar rahimahullah berkata:
إِذَا
أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ اَلصَّبَاحَ, وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا
تَنْتَظِرِ اَلْمَسَاءَ, وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِسَقَمِك, وَمِنْ
حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ.
"Jika
engkau berada di sore hari janganlah menunggu (berharap) pagi hari, dan
jika engkau berada di pagi hari janganlah menunggu (berharap) sore
hari." (HR. Al-Bukhari no. 6416)
5. Mengingat kondisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Beliau
adalah manusia yang telah diampuni dosa-dosanya, baik yang lalu maupun
yang akan datang. Tapi, beliau senantiasa beristighfar kepada Allah
Ta'ala. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ فَإِنِّي أَتُوبُ فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ
"Wahai
manusia bertaubatlah kepada Allah dan meminta ampun kepada-Nya, sungguh
aku sehari bertaubat / meminta ampun kepada-Nya sebanyak seratus kali." (HR. Muslim, no. 2702)
Dalam sabdanya yang lain:
وَاللَّهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً
"Demi Allah, sungguh aku bertaubat dan beristighfar (meminta ampun) kepada Allah dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali." (HR. Al-Bukhari, no. 6307)
6. Berkawan atau bergaul dengan orang-orang baik / shalih.
Sesungguhnya seseorang berada di atas agama kawan dekatnya. Umar ibnul Khaththab rahimahullah menasehatkan: "Duduklah (bergaullah) bersama orang-orang yang suka taubat, sungguh mereka adalah orang yang lembut hatinya."
Muhammad bin Ka'ab Al-Quradli berkata:
اَلتَّوْبَةُ
يَجْمَعُهَا أَرْبَعَةُ أَشْيَاءٍ : الاِسْتِغْفَارُ بِاللِّسَانِ،
وَالإِقْلاَعُ بِالأَبْدَانِ، وَإِضْمَارُ تَرْكِ الْعُوْدِ بِالْجِنَانِ،
وَمُهَاجَرَةُ سَيِّءِ الْإِخْوَانِ
"Taubat
terkumpul dalam empat perkara: istighfar dengan lisan, meninggalkan
(perbuatan itu) dengan badannya, dan bertekad tidak akan mengulanginya
dengan hati serta menjauhi kawan yang buruk."
7. Meniti jalan salafush shalih, seperti jalan taubatnya Maiz bin Malik dan wanita Ghamidiyah serta yang lainnya.
No comments:
Post a Comment